Adat Istiadat Jawa Tengah

  • Tedhak Siten / Turun Tanah

          Tedhak Siten atau Turun Tanah adalah suatu prosesi untuk menandakan anak saatnya mulai belajar berdiri dan berjalan, biasanya diadakan ketika anak telah berusia 7bulan ke-atas. Menurut hitungan Jawa, usia satu bulan bayi adalah 35 hari jadi perhitungannya 35 X 7 atau 245 hari dalam hal ini biasanya praktek acara Turun Tanah adalah dari anak usia 7 hingga 8 bulan. Jadi merupakan prosesi bersyukur kepada Tuhan sebab anak telah tumbuh dan berkembang hingga saatnya belajar berdiri dan berjalan. Di usia ini biasanya anak secara perkembangan mulai belajar berdiri dan berjalan meskipun masih perlu dititah atau masih dituntun dan dibimbing kita orang dewasa, mulai diperkenalkan tanah sebagai tempat dia berpijak dihari kemudian.

Berikut ini adalah rangkaian acara Tedhak Siten serta hal-hal apa saja yang mendukung jalannya acara serta sedikit pengertian tentang makna dan arti dari prosesi serta kelengkapannya.
* Anak dituntun menginjak tanah kemudian kakinya dibasuh dengan air bersih artinya adalah telah waktunya anak untuk belajar berdiri dan berjalan serta mengenal tanah sebagai pijakan.
* Kemudian anak dituntun untuk menginjak “jadah” atau “tetel” sebanyak 7 warna yang artinya anak diharapkan mampu untuk mengatasi segala masalah dan kesulitannya, demikian urutan warnanya merah = berani; putih = suci; jingga = matahari, kekuatan; kuning = terang, jalan lurus; hijau = alam, lingkungan; biru = angkasa, ketenangan; ungu = kesempurnaan, utuh.
* Lalu anak dituntun menaiki tangga tebu “ireng” atau tebu “arjuna” yang terdiri dari 7 anak tangga kemudian dibopong oleh ayah setinggi-tingginya artinya diharapkan kesuksesan sang anak makin tinggi dan makin naik.
* Anak setelah itu dimasukan ke dalam kurungan ayam yang berarti anak diharapkan tidak meninggalkan agama - adat budaya - serta tata krama lingkungan ==> dalam kurungan telah diberikan macam2 isian yang akan dipilih oleh anak, karenanya barang2 yang disiapkan bermakna bagus dan baik seperti buku - pensil - emas - kapas - wayang - mainan dokter - mainan elektronik dsb.
* Kemudian anak dimandikan air bunga, mawar - melati - kanthil - kenanga yang artinya diharapkan sang anak membawa nama baek dan mengharumkan nama keluarga.
* Kemudian memotong tumpeng dan dibagikan, artinya anak agar mau berbagi dengan sesama, tumpeng terdiri dari nasi = dekat kepada sang pencipta; ayam = kemandirian; kacang panjang = umur panjang; kangkung = berkembang; kecambah = subur; kluwih = rejeki yang melimpah serta pala pendem = andap asor dan tidak sombong.
* Lalu menyebarkan uang logam recehan dan beras kuning untuk diperebutkan, artinya anak kelak suka menolong dan dermawan, ikhlas suka berbagi mau membantu orang lain.
* Selain tumpeng, dipersiapkan pula “bubur” atau “jenang merah-putih” yang artinya anak terdiri dari darah-daging dan tulang yang berasal dari kedua orang tua-nya serta jajanan pasar seperti lopis - cenil - ketan ireng - tape ketan - jagung blendung - tiwul - gatot dan semacamnya yang berarti dalam kehidupan pasti akan ada warna-warni serta bermacam kejadian dan peristiwa.

  •  Sungkeman

             Salah satu budaya Jawa yang patut kita ketahui adalah tradisi sungkeman. Tradisi sungkeman ini menjadi ciri khas bagi masyarakat Jawa, dimana acara sungkeman biasanya diadakan untuk melengkapi acara tertentu misalnya acara pernikahan. Arti sungkeman sendiri berasal dari kata sungkem yang bermakna bersimpuh atau duduk berjongkok sambil mencium tangan.
Tradisi sungkeman ini dapat kita jumpai di masyarakat Jawa pada moment tertentu misalnya pada hari raya lebaran atau dalam
pesta pernikahan. Makna sungkeman merupakan wujud bakti anak kepada orang tua sekaligus sebagai tanda hormat anak kepada orang yang dianggap sebagai orang yang dituakan.
Dalam perkembangannya sekarang ini budaya sungkeman semakin jarang kita temukan, padahal filsafah sungkeman ini memiliki makna yang sangat bagus dan patut kita tanamkan pada generasi penerus agar mereka senantiasa mengingat betapa budaya Jawa senantiasa menjunjung tinggi bakti tulus kepada orang tua.

  • Siraman

            Upacara siraman adalah salah satu ritual adat Jawa yang dilaksanakan menjelang pernikahan seseorang. Kata siraman berasal dari bahasa Jawa yaitu siram yang berarti mandi. Siraman bisa diartikan sebagai memandikan calon pengantin. Dengan memandikan calon pengantin, diharapkan calon pengantin bisa bersih lahir dan batin menjelang pernikahan.
Upacara siraman biasanya dilaksanakan sehari sebelum acara ijab. Siraman biasanya dilaksanakan di rumah masing-masing pengantin. Biasanya waktunya dibuat berbarengan namun berbeda lokasinya. Upacara siraman biasanya dilakukan oleh para pinisepuh atau orang-orang yang telah tua dan dituakan,  terutama orang yang telah mempunyai cucu atau setidak-tidaknya orang tua yang telah berputra dan mempunyai budi perilaku yang dapat dijadikan teladan karena akan diminta berkahnya.
Sebenarnya jumlah orang yang memandikan pengantin tidak dibatasi. Walaupun tidak dibatasi jumlah orangnya, upacara siraman harus dilakukan dengan jumlah orang yang ganjil. Biasanya, dalam melakukan upacara siraman ada tujuh orang yang memandikan calon pengantin. Tujuh dalam bahasa Jawa berarti pitu. Pitu disini memiliki makna pitulungan atau pertolongan. Pitulungan disini bisa diartikan meminta pertolongan pada Sang Pencipta maupun kepada sanak saudara.

           Ada beberapa benda yang harus disiapkan dalam upacara siraman. beberapa benda tersebut antara lain air dari berbagai sumber air, kembang setaman, konyoh manca warna dan dua butir kelapa yang sudah tua. Selain benda-benda tersebut, masih ada beberapa benda yang lainnya.
Air dari berbagai sumber air memiliki makna agar calon pengantin menjadi murni/suci dan bersih lahir batin. Hal ini dipercaya merupakan persiapan untuk menyambut kedatangan sang bidadari yang akan turun  dari surga untuk memberikan doa restu dan ikut mempercantik pengantin putri maupun mempertampan pengantin putra yang akan melangsungkan pernikahan.
Kembang setaman merupakan bunga-bunga yang tumbuh di taman seperti mawar, melati, kanthil dan kenangan. Bunga-bunga ini ditaburkan ke dalam air yang akan dipakai untuk siraman supaya menjadi harum. Ada beberapa jenis bunga di dalam kembang setaman. Salah satunya adalah bunga Sritaman. Kembang Sritaman mengandung arti agar keharuman yang dimiliki bunga siraman tersebut akan meresap ke tubuh calon pengantin hingga menjadi harum tubuhnya dan kelak dapat membawa keharuman nama keluarga di tengah masyarakat.
Konyoh manca warna merupakan lulur/bedak basah yang dibuat dari tepung beras dan kencur serta bahan pewarna. Manca atau panca (lima) warna (warna maksudnya lima macam warna. Jadi Konyoh Manca Warna artinya lulur yang terdiri dari lima macam warna, meliputi merah, kuning, hijau, biru dan putih. Penggunaan konyoh manca warna memiliki arti bahwa dengan lima macam konyoh atau lulur yang digosok-gosokkan ke tubuh pada saat siraman maka diharapkan bermacam-macam cahaya bersinar menjadi satu dan meresap ke dalam tubuh calon pengantin sehingga tampak antik dan mempesona. Sedangkan dua butir kelapa hijau tua yang diikat menjadi satu mengandung makna agar kelak kedua mempelai selalu hidup rukun dan tetap hidup berdampingan sampai akhir hayat atau hidup rukun sampai kaken-kuken ninen-ninen.






Sumber : 










Komentar

  1. How to Play Baccarat | Gambling 101 - Wor
    Betting worrione on horse races can 메리트카지노 be fun, and you 샌즈카지노 should try to play the game. There are many different types of bets and this is a must have if you are to

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kesimpulan dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dari suatu perusahaan

Tugas Softskill Metologi Penelitian Penulisan Ilmiah